Tahukah Anda, bahwa pada suatu kali Yesus pernah marah, bahkan menjadi
sangat marah, melebihi dari apa yang bisa atau pernah orang-orang bayangkan?
Ketika itu, Dia masuk ke halaman bait Allah, yang sedang penuh sesak dengan
kehadiran banyak orang. Dia membawa sesuatu yang seperti sebuah cambuk di
tangan-Nya. Wajah-Nya jadi memerah karena menahan emosi kemarahan, dan
urat-urat-Nya
menegang. Kemudian, hal itu pun terjadilah: amarah-Nya meledak, bak gunung api yang memuntahkan lahar
panas, yang menghanguskan semua yang ada di sekelilingnya.
“Keluuaaar!
Kalian semua… keluar…
dan bawa semua barang-barang ini dari sini!” Dia menghardik dan mengusir semua
orang yang sedang berjualan di situ. Sambil meneriakkan hardikan itu, Dia
bergerak kearah mereka, dengan melibas-libaskan
cambuk di tangan-Nya, yang sesekali menimbulkan bunyi “ctaaar!”–akibat
persentuhan keras dengan udara, karena dihentakkan dengan kecepatan tinggi.
Atau, karena persentuhan, yang cukup keras, antara ujung cambuk dengan
permukaan benda-benda, yang terkena libasan
dari cambuk itu.
Bukan hanya itu, bagaikan lahar panas
yang “melahap” habis semua yang dijumpainya atau seperti banteng yang sedang
mengamuk dan menyeruduk semua yang ada di depannya, begitulah Dia mengusir
semua orang yang ada di sana, dan semua binatang yang ada di sana pada waktu
itu. Bangku-bangku para penjual merpati dibalikkan-Nya. Dan juga uang-uang yang ada di atas meja-meja para penukar
uang dihamburkan-Nya semua ke lantai, dengan membalikkan meja-meja itu (bnd:
Mat 21: 12-13, Mrk 11:15-17, Luk 19:45-46, Yoh 2: 14-17)[1].
Penyebab Dari Kemarahan Yesus
Wow! Apa yang terjadi di
sini? Mengapa Dia bisa jadi mengamuk dengan sedahsyat itu? Apakah karena Dia
tadinya telah kebanyakan minum anggur? Bukan. Bukan mabuk anggur yang
menyebabkan Yesus marah,
dengan kemarahan yang sangat besar pada ketika itu.
Jadi, apakah sesungguhnya
yang menjadi penyebabnya?
Catatan Alkitab versi Lukas dengan
sangat baik memberikan jawabannya bagi kita.
Lalu Yesus masuk ke Bait Allah dan mulailah Ia
mengusir semua pedagang di situ, katanya kepada mereka: “Ada tertulis: Rumah-Ku
adalah rumah doa. Tetapi kamu menjadikannya sarang penyamun (Luk 19:45-46)
Jelaslah bagi kita
sekarang, apa yang menyebabkan Yesus menjadi sedemikian marah. Bukan karena
apapun yang lainnya, hanyalah karena rumah Tuhan, yang semestinya menjadi rumah
doa, telah dibuat menjadi “sarang penyamun”. Bagi Yesus hal ini adalah masalah
yang sangat besar dan amat sangat serius.
Masalah yang satu ini mungkin melebihi
semua hal yang pernah orang pikirkan menjadi suatu masalah yang penting untuk
diurus. Mengapa saya sampai berkata begitu? Sebab, baru untuk kali inilah atau
hanya untuk persoalan inilah kita menyaksikan (membaca di dalam Alkitab) Yesus
menjadi sedemikian marahnya.
Saya dan Anda pun tidak akan marah hanya
untuk hal-hal yang sepele, kan? (Setidaknya, ketidaksepeleannya itu jika
dilihat dari sudut pandang kita, yang sedang marah.) Hanya orang-orang yang
sudah kehilangan kewarasannya sajalah yang menjadi marah untuk sembarang hal.
Nah, kalau pribadi yang seagung Yesus itu sampai menjadi marah, apa lagi dengan
kemarahan yang luar biasa, sudah pastilah hal itu terjadi karena hal atau
persoalan yang menyebabkan Dia menjadi marah itu amat sangat penting bagi-Nya.
Murid-murid Yesus yang
menyaksikan pemandangan yang sangat tidak biasa itu menjadi begitu tertegun
(itu kalo pake bahasa yang halusnya, kalo bahasa biasanya: bengong). Pada saat itu mereka hanya
bisa mensejajarkan apa yang sedang terjadi di depan mata kepala mereka sendiri
itu dengan kata-kata dari pemazmur yang mengatakan: “Cinta untuk rumah-Mu
menghanguskan Aku.” (Yoh 2:17; Maz 69:10). Dan, itulah untuk pertama kalinya,
mereka menangkap apa sesungguhnya yang dimaksudkan oleh sang pemazmur dengan
kata-katanya itu, yang selama ini merupakan teka-teki bagi mereka.
[1] Semua ekspresi yang
diungkapkan/dituangkan di sini tadi, telah ditambahkan berdasarkan imajinasi
saya sendiri, dari “bahan-bahan mentah” yang terdapat/tercatat di dalam
Alkitab.
(Cuplikan dari buku/ebook "Rumah Tuhan menjadi Sarang Penyamun" Bab. 2, hal. 28-30)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Saya akan sangat senang sekali kalau Anda bersedia memberikan komentar Anda (singkat atau panjang) di sini: