Senin, 30 April 2012

Dekadensi Moral dan Spiritual dan Praktek-praktek Terlarang di dalam Gereja


Sudah cukup lama juga saya tidak aktif memostingkan sesuatu di blog ini. Sungguh hal itu dikarenakan adanya hal-hal lain yang sedemikian menyita waktu dan perhatian saya akhir-akhir ini, sehingga dengan sangat menyesal terpaksa saya harus meninggalkan blog ini untuk sementara. Saya sangat berharap kiranya mulai sekarang saya sudah bisa untuk memberikan waktu dan perhatian buat mengurus blog ini lagi. Postingan kali ini saya ambilkan saja dari sebuah perikop dalam Bab pertama buku saya, Rumah Tuhan menjadi Sarang Penyamun, dari edisi ebook yang terbarunya (release April 2012).

Dekadensi Moral dan Spiritual
dan Praktek-praktek Terlarang
di dalam Gereja
Pandangan yang sekilas saja seperti yang kita lakukan tadi terhadap gereja yang ada sekarang ini sudah membuat kita memberi nilai yang buruk. Lalu bagaimana kalau kita memeriksanya secara lebih ke dalam lagi? Mungkin saja kan, yang akan kita temukan di sana nanti hasilnya lebih positif dari yang kita dapatkan dengan pandangan yang hanya sepintas tadi? Sejujurnya, saya pun mengharapkan yang demikian. Tetapi, sangat disayangkan sekali karena ternyata ketika saya memeriksanya lebih jauh, semakin ke dalam bukannya lebih positif hasilnya, malahan semakin terlihatlah dengan lebih nyata lagi keburukan-keburukan di dalamnya (buku ini tidak lain dari catatan yang merupakan hasil dari pemeriksaan secara lebih mendalam yang saya lakukan tersebut).
      
Kalau yang telah disebutkan sebelumnya itu tadi (sebagai hasil dari pengamatan yang sekilas pintas saja) telah menyebabkan saya (kita) jadi “tidak suka” terhadap gereja, yang ini (sebagai hasil dari pemeriksaan secara lebih mendalam) bahkan membuat saya menjadi “muak” (atau “jijik” tepatnya?). Saya jadi teringat ketika ada seorang teman yang berkeluh kesah kepada saya tentang betapa dia sudah tidak bergairah lagi untuk mengikuti kegiatan-kegiatan ibadah di gereja, saya nyeletuk, “saya malah udah jijik pun….!”
    
Tetapi syukurlah, saya tidak berlama-lama dalam keadaan yang seperti itu. Apakah maksudnya itu? Apakah itu berarti bahwa saya sekarang ini sudah “bisa menerima” kondisi gereja yang seperti adanya itu? Tidak. Sama sekali bukan demikianlah yang terjadi. Rasa “muak” (bahkan “jijik”) tadi belumlah sirna, masih tetap ada. Tapi oleh anugerah Tuhan saya telah berhasil me-manage-nya dengan baik (seperti yang bisa Anda lihat nanti di dalam bab 2 di mana saya akan menceritakan kemarahan saya yang tak tertahankan terhadap kondisi gereja yang ada sekarang ini). Di sini saya hanya akan memberikan beberapa contoh yang akan menunjukkan kepada kita sekalian mengenai betapa rendahnya kualitas moral dan spiritual dari gereja yang ditunjukkan dari perilaku para pendeta/pemimpin rohani sekarang ini dan betapa telah merajalelanya praktek-praktek yang keji yang dilakukan khususnya oleh para pendeta/pemimpin rohani itu. Tentunya hal-hal yang buruk seperti ini yang nanti akan disebutkan di sini bukan untuk melemahkan para pembaca sekalian, tapi hanyalah sekedar untuk membuat keadaan yang sebenarnya dari gereja yang ada sekarang ini menjadi terlihat jelas sebagaimana adanya. Dan bertolak dari sanalah kita semua nantinya akan diundang untuk bangkit bersama-sama untuk membaharui gereja tersebut. Tetapi sebelum itu, inilah beberapa contoh dari keadaan yang sangat buruk yang sekarang ini sedang merajalela di dalam gereja.
  • Kependetaan (kepemimpinan rohani) sekarang ini sudah lebih dilihat dari sisi martabat atau kedudukan atau gengsinya ketimbang dilihat dari sisi bahwa itu adalah suatu pelayanan semata.
  •  Para pendeta/pemimpin rohani sekarang ini pada umumnya lebih pantas disebut sebagai para “gembala upahan” daripada orang-orang yang menjalankan pelayanan mereka dengan penuh pengabdian (sebab pada umumnya mereka itu digaji atau menggantungkan hidup mereka pada pemberian/persembahan dari orang-orang yang mereka “layani” itu);
  • Para pendeta/pemimpin rohani sekarang ini sedang berlomba-lomba untuk memiliki gedung-gedung yang indah dan besar/megah dan jumlah anggota yang besar pula (yang tak bisa dipungkiri, walaupun sering dicoba untuk disangkali, bahwa tujuan yang sesungguhnya dari mendapatkan hal itu adalah lebih bersifat kuduniawian) ;
  • “Perang dingin” dan bahkan juga “perang terbuka” antar gereja dan para pendeta/pemimpin rohani dari suatu aliran/denominasi yang satu dengan yang lainnya sudah menjadi hal yang lazim disaksikan oleh orang banyak sekarang ini. Adalah wajar kalau orang-orang jadi bertanya-tanya: Sebenarnya Kristen itu ada berapa, sih! (Atau yang lebih parah lagi: Apa seperti itu yang namanya “agama kasih” itu?)
Itu hanyalah untuk menyebutkan beberapa di antaranya saja, yang saya berikan di sini sebagai contoh bagi kita, dengan harapan supaya melaluinya kita sedikit lebih dibukakan mengenai keadaan yang sebenarnya dari gereja yang ada sekarang ini. Saya rasa cukuplah itu saja dulu yang ditunjukkan di sini, sekedar sebagai singkapan pembukaannya saja, sebab di dalam bab-bab yang selanjutnya nanti akan banyak dibeberkan hal-hal yang seperti itu.
   

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Saya akan sangat senang sekali kalau Anda bersedia memberikan komentar Anda (singkat atau panjang) di sini: